BUDIDAYA TANAMAN JAHE

Budidaya tanaman bahan jahe dapat dilakukan secara (1) monokultur atau (2) tumpangsari. Pola budidaya tumpangsari terutama apabila luas areal lahan yang dimiliki terbatas. Tumpangsari yang dilakukan bersama tanaman lain yang umur panennya lebih muda akan memberikan penghasilan bagi petani selama menunggu hasil tanaman jahenya. Beberapa keuntungan lain yang diperoleh dengan pola tumpangsari adalah (a) mengurangi resiko kerugian pada saat harga tanaman jahe sedang murah, (2) meningkatkan produktivitas lahan, dan memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma. Tanaman yang bisa ditumpangsarikan dengan tanaman jahe adalah jagung, kacang-kacangan, bawang merah, cabai rawit, buncis, ketela pohon, pisang dan sebagainya.
Proses budidaya tanaman jahe secara garis besar meliputi pembibitan, pengolahan mediatanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan penanganan pascapanen. Pembibitan meliputi penyemaian bibit dan penyiapan bibit sebelum ditanam. Tergantung kepada kondisi lahan, maka tahapan pada pengolahan media tanam dapat meliputi kegiatan persiapan lahan, pembukaan lahan,pembentukan bedengan dan pengapuran. Pemeliharaan tanaman meliputikegiatan penyulaman, penyiangan, pembubunan, pemupukan, pengairan dan penyiraman, serta pengendalian hama, penyakit dan gulma



Oleh karena setiap jenis tanaman bahan jamu mempunyai atau mempersyaratkan perlakuan yang spesifik, berikut diuraikan secara singkat proses budidaya tanaman bahan jamu kelompok empon-empon dan temu-temuan, yang paling banyak diusahakan di lokasi penelitian, yaitu Jahe, Kunyit dan Temulawak. Selain berdasarkan informasi yang diperoleh dilapangan, proses budidaya yang akan diuraikan juga merujuk kepada Standar Prosedur Operasional yang diterbitkan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (2004).
1) Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Pembibit
Rimpang yang digunakan untuk bibit adalah yang dipanen minimal 10 bulan, dengan ciri antara lain kandungan serat tinggi dan kasar, kulit licin, mengkilat dan keras serta tidak mudah mengelupas. Rimpang yang dipilih untuk benih adalah yang mempunyai 2-3 bakal mata tunas dengan bobot sekitar 25-60 gr untuk jahe putih besar, 20-40 gr untuk jahe putih kecil dan jahe merah. Untuk pertanaman seluas 1 ha dibutuhkan 2-3 ton untuk jahe besar dan 1-1,5 ton untuk jahe emprit.
Sebelum ditanam rimpang bibit ditunaskan dengan cara menghamparkan rimpang di atas jerami/alang-alang tipis. Jerami atau alang-alang dihamparkan di atas wadah berupa rak-rak terbuat dari bambu atau kayu yang diletakkan di tempat yang teduh. Selama penyemaian dilakukan penyiraman setiap hari. Setelah sekitar 15 hari atau apabila sudah tumbuh tunas dengan tinggi 1-2 cm, benih sudah siap ditanam. Untuk mencegah infeksi bakteri, sebelum ditanam benih direndam di dalam larutan bakterisida selama 10 jam, kemudian dikering anginkan.
an:

Persiapan lahan:
Persiapan lahan dilakukan 15 - 30 hari sebelum benih ditanam, yaitu dengan cara digarpu atau dicangkul sedalam 30 cm agar gembur, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa tanaman yang sudah lapuk serta gulma dan diberikan pupuk kandang sebanyak 20 ton per ha. Setelah tanah diolah dan digemburkan, dibuat bedengan searah lereng (untuk tanah yang miring), atau dibuat guludan. Pada bedengan atau guludan kemudian dibuat lubang tanam, dan benih jahe kemudian ditanam pada lubang tanam tersebut.
Penanaman:
Benih ditanam pada lubang tanam sedalam 5-7 cm dengan tunas menghadap ke atas, dengan jarak tanam adalah 80 cm x 40 cm atau 60 cm x 40 cm untuk jahe putih besar atau 60 cm x 40 cm untuk jahe emprit atau jahe merah. Untuk pola tumpang sari, tanaman yang ditumpangsarikan di tanam di antara tanaman jahe. Pada saat penanaman ini diberikan pupuk buatan SP-36 dan KCl masing-masing sebanyak 300-400 kg/ha. Penanaman benih sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.
Pemeliharaan:
Setelah penanaman dilakukan pemupukan dengan urea sebanyak 3 kali yaitu pada saat umur tanaman mencapai 1, 2 dan 3 bulan. Pada setiap umur tanaman tersebut pupuk yang diberikan adalah sebanyak 135-200 Kg/ha. Pada saat tanaman berumur 4 bulan diberikan pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha.
Selama masa pertumbuhan tanaman dilakukan penyiangan gulma dengan intensitas sesuai dengan kondisi pertumbuhan gulma. Untuk mengurangi intensitas penyiangan dapat digunakan mulsa tebal dari jerami atau sekam. Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang tidak tumbuh setelah 1-1,5 bulan setelah penanaman. Pada saat tanaman telah membentuk rumpun dengan 4 - 5 anakan, dilakukan pembubunan secara periodik sesuai dengan kebutuhan agar rimpang selalu tertutup tanah dan agar drainase terpelihara dengan baik.
Selama masa pertumbuhanterdapat resiko tanaman diserang hama dan penyakit. Apabila ada tanamanyang terserang penyakit layu bakteri, maka tanaman tersebut segeradicabut dan dibakar. Serangan penyakit tanaman dapat dicegah ataudiatasi dengan penyemprotan fungisida.
Pemanenan:
Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 9 - 10 bulan, yaitu dengan cara membongkar seluruh rimpang dengan menggunakan garpu atau cangkul. Apabila bibit yang digunakan adalah varietas unggul jahe putih besar (Cimanggu-1) produktivitas tanaman adalah 27 ton rimpang segar per hektar, dan jika yang digunakan adalah bibit varietas unggul jahe putih kecil (JPK3; JPK6) maka akan dihasilkan 16 ton rimpang segar per hektar. Pola tumpang sari atau monokultur tidak terlalu berpengaruh terhadap produktivitas tanaman jahe.
Pasca Panen:
Setelahpanen, rimpang harus segera dibersihkan untuk menghindarimikroorganisme yang tidak diinginkan, yaitu dengan cara disemprot airyang bertekanan tinggi atau dicuci dengan tangan. Setelah pencucian,rimpang dianginkan untuk mengeringkan air pencucian. Untukpenjualan segar rimpang dapat langsung dikemas. Apabila dijualdalam bentuk kering atau simplisia, maka rimpang direbus beberapamenit, kemudian diiris setebal 1- 4 mm, dan kemudiandikeringkan/dijemur sampai mencapai kadar air sekitar 8 – 10%,yaitu bila rimpang bisa dipatahkan.