Pertumbuhan
Di tahun 2001, diperkirakan nilai pasar produk organik bersertifikat
di seluruh dunia adalah US$ 20 miliar. Di tahun 2002, nilainya menjadi
US$ 23 miliar dan pada tahun 2007 US$ 46 miliar. Di tahun 2012, nilainya
telah mencapai US$ 63 miliar.
Eropa dan Amerika Utara mengalami peningkatan tertinggi dalam hal luas lahan.Antara tahun 2005 hingga 2008, Uni Eropa mengalami perluasan sebesar 21%. Hal ini disebabkan pemberian subsidi pertanian
di Uni Eropa yang beralih dari pertanian konvensional ke pertanian
organik karena besarnya manfaat bagi lingkungan. Namun Amerika Serikat
masih mensubsidi pertanian konvensional, terutama gula dan jagung.Hal inilah yang menjadi pembeda antara Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Secara persentase luas lahan pertanian total pada kedua wilayah
tersebut, 4.6% di Uni Eropa adalah lahan pertanian organik sedangkan di
Amerika Serikat hanya 0.6% dari total luas lahan pertaniannya.
Produktivitas
Berbagai studi mengenai produktivitas pertanian organik beragam.
Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1990 dengan data dari 26 jenis hasil tanaman pertanian dan dua hasil peternakan pada ratusan lahan usaha tani
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan berarti secara statistik antara
pertanian organik dan pertanian konvensional. Perbedaan berarti hanya
ada pada produksi susu dan kacang-kacangan di mana pertanian organik lebih banyak menghasilkan dibandingkan pertanian konvensional.
Sebuah survei di Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 2001
menganalisis 150 musim tanam serealia dan kacang kedelai dan mendapati
bahwa pertanian organik menghasilkan antara 5% lebih sedikit hingga
setara dibandingkan pertanian konvensional.
Sebuah studi yang berlangsung selama dua dekade dan dipublikasikan
pada tahun 2002 mendapatkan bahwa pertanian organik menghasilkan 20%
lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional dengan menggunakan
pupuk 50% lebih sedikit, pestisida 97% lebih sedikit, dan input energi
34-53% lebih sedikit.
Meski lebih sedikit menghasilkan, namun dengan input bahan kimia
pertanian dan bahan bakar yang lebih sedikit, petani bisa mendapatkan
menghasilkan keuntungan lebih banyak.
Sebuah studi pada tahun 2003 menemukan bahwa di musim kering,
pertanian organik menghasilkan lebih banyak dibandingkan pertanian
konvensional.Pertanian organik juga mampu bertahan melawan gangguan cuaca seperti badai dan topan,
lebih baik dibandingkan pertanian konvensional. Lapisan tanah atas pada
pertanian organik tidak menghilang sebanyak pertanian konvensional
ketika diterpa angin kencang.
Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2005 membandingkan pertanian
konvensional, pertanian organik berbasis hewan, dan pertanian organik
berbasis legum pada Institut Rodale selama 22 tahun. Studi ini mendapati bahwa untuk penanaman jagung dan kedelai
cenderung menghasilkan dalam jumlah yang setara di antara ketiganya,
namun pertanian organik berbasis legum dan berbasis hewan membutuhkan
energi fosil yang lebih sedikit secara signifikan. Dan pada pertanian
organik, pestisida dan pupuk sintetik tidak digunakan sama sekali.
Pada studi yang dilakukan pada tahun 2007 menggabungkan 293
penelitian yang telah dilakukan untuk menilai efisiensi secara
keseluruhan antara kedua sistem pertanian dan menemukan bahwa metode
organk dapat memproduksi bahan pangan yang mencukupi bagi populasi dunia
untuk mendukung kelangsungan hidup manusia dengan kebutuhan lahan yang
lebih sedikit. Para peneliti juga menemukan bahwa di negara maju meski
pertanian organik menghasilkan 8% lebih sedikit dibandingkan pertanian
konvensional, namun di negara miskin pertanian organik menghasilkan 80%
lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional. hal ini dikarenakan di
negara miskin bahan-bahan organik untuk input usaha pertanian lebih
mudah didapatkan dibandingkan akses menuju pestisida dan pupuk sintetik.Namun studi ini ditantang kebenarannya dengan studi lain pada tahun
2008 yang menyatakan bahwa estimasi berlebihan pada pertanian organik
dikarenakan misinterpretasi data dan kesalahan hitung.
Sebuah studi ditahun 1999 oleh Badang Perlindungan Lingkungan Denmark menemukan bahwa, pertanian organik menghasilkan kentang, bit gula, dan rumput lebih sedikit, hingga 50%-nya saja, dibandingkan pertanian konvensional. Michael Pollan, pengarang dari
The Omnivore's Dilemma, merespon publikasi ini dengan menyatakan bahwa hasil pertanian dunia rata-rata lebih rendah dibandingkan hasil pertanian berkelanjutan
modern. Dengan menjadikan mayoritas usaha pertanian dunia berhaluan
organik dapat meningkatkan hasil pangan dunia hingga 50% lebih banyak.
Keuntungan
Pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk sintetik disertai dengan
harga premium bagi bahan pangan organik berkontribusi pada keuntungan
petani yang lebih tinggi. Secara umum pertanian organik lebih
menguntungkan dibandingkan pertanian konvensional. Tanpa harga premium,
pertanian organik mendapatkan hasil yang beragam, ada yang untung dan
ada yang rugi. Organic production was more profitable in Wisconsin, given price premiums.
Bagi pasar tradisional dan pasar modern, bahan pangan organik juga
lebih menguntungkan dan umumnya dijual pada keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan bahan pangan non-organik.
Meskipun pembeli membandingkan harga dan membeli secara sadar, bahan
pangan organik tidak selalu lebih mahal dibandingkan bahan pangan
non-organik. Seperti contoh pada tahun 2000, sebuah usaha restoran
mengganti 85% bahan baku yang digunakannya ke organik tanpa
meningkatkan harga bagi pembelinya. Pemilik restoran juga menyatakan
bahwa sejak tahun 2000, harga bahan pangan organik telah turun dan saat
ini tidak lagi menjadi masalah untuk mendapatkan bahan pangan organik
dengan harga yang bersaing.
Tenaga kerja
Sebuah surver yang dilakukan di Irlandia dan Britania Raya
menemukan bahwa pertanian organik mempekerjakan lebih banyak tenaga
kerja dibandingkan pertanian konvensional. Perbedaan ini terlihat jelas
pada ukuran lahan usaha tani yang lebih besar. Para peneliti
menyimpulkan bahwa akan ada lapangan pekerjaan di bidang pertanian 19%
lebih banyak di Inggris, dan 6% lebih banyak di Irlandia, jika 20% usaha
pertanian di kedua negara menjadi usaha pertanian organik.
Eksternalitas
Eksternalitas
adalah biaya atau keuntungan yang harus ditanggung atau diterima oleh
suatu pihak yang tidak menyebabkan terbentuknya biaya atau keuntungan
tersebut. Dalam pertanian secara umum, eksternalitas yang terjadi pada
masyarakat biasanya dikarenakan penggunaan sumber daya seperti air,
hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya erosi, berpindahnya pajak masyarakat ke pertanian melalui subsidi pertanian,
dan sebagainya. Eksternalitas positif misalnya terbentuknya
kemandirian, terciptanya kewirausahaan dan lapangan kerja, dan mensupai
bahan pangan lokal. Tidak terkecuali pada pertanian organik, ada
eksternalitas secara positif dan negatifnya.
Di Inggris pada tahun 2000, biaya eksternalitas negatif yang tidak
terbayarkan mencapai 2343 juta pundsterling atau 208 poundsterling per
hektar lahan pertanian.
Di Amerika Serikat, biaya eksternalitas negatif pada budi daya tanaman
diperkirakan mencapai US$5 hingga 16 miliar atau US$30-96 per hektar,
dan pada peternakan mencapau US$714 juta.
Pertanian organik memiliki biaya eksternalitas negatif yang lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional.
Beberapa survey menemukan bahwa pertanian organik lebih sedikit merusak
lingkungan karena tingkat kehilangan keanekaragaman hayati lebih rendha
dibandingkan pertanian konvensional, dan pertanian organik menggunakan
lebih sedikit energi dan menghasilkan lebih sedikit limbah per unit luas
lahan usaha tani.
Di tahun 2003, Department for Environment Food and Rural Affairs di
Inggris menemukan hasil yang serupa bahwa pertanian organik memiliki
lebih banyak manfaat bagi lingkungan, namun manfaat itu dikatakan
cenderung tidak berarti karena hasil pertaniannya yang lebih sedikit per
luas lahan.
Sebuah studi perbandingan yang dilakukan antara peternakan susu
di Wisconsin dan Selandia Baru menemukan bahwa, dengan menggunakan
jumlah emisi per kg susu yang dihasilkan, peternakan susu di Selandia
Baru menghasilkan lebih banyak emisi gas metana dan di Wisconsin lebih banyak menghasilkan emisi gas karbon dioksida. Keduanya merupakan gas rumah kaca. Hal ini dikarenakan di Selandia Baru, sapi lebih banyak diberikan rumput dan hijauan, sedangkan di Wisconsin lebih banyak berupa konsentrat. Selulosa diubah menjadi asetat (CH
3COO
-) di dalam perut sapi dan dapat berubah menjadi gas metana. Pada pakan konsentrat, kandungan selulosa lebih rendah sehingga ion propanoat (CH
3CH
2COO
-) lebih banyak dihasilkan dibandingkan asetat, sehingga emisi metana berkurang.
Pestisida
Tidak seperti pertanian konvensional, pertanian organik menghindari penggunaan pestisida sintetik.Beberapa jenis pestisida
sintetik merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Anak kecil memiliki
risiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa jika
terpapar secara langsung.
Ada lima jenis pestisida alami (berupa hasil tambang murni atau
identik alami) yang digunakan dalam pertanian organik, yaitu toksin
bakteri, piretrin, rotenon, tembaga, dan sulfur.
Namun petani organik pengguna pestisida jenis tersebut sangatlah
sedikit; sebagian besar tidak menggunakan pestisida sama sekali. Hanya
10 persen petani organik yang menggunakan pestisida berbahan dasar
tumbuhan, 12 persen menggunakan sulfur, dan 7 persen menggunakan
pestisida berbahan dasar tembaga.
Aliran air permukaan merupakan salah satu risiko lingkungan
penggunaan pestisida yang sangat membahayakan. USDA melacak dampak
lingkungan dari kontaminasi perairan dan menyimpulkan bahwa meski
kebijakan penggunaan pestisida di tingkat negara telah mengurangi risiko
lingkungan, namun masih terdapat wilayah di mana airnya tidak dapat
diminum atau organisme yang hidup di dalamnya tidak boleh dimakan.Sebagian besar risiko kesehatan tersebut tidak terlacak dengan baik dan
harus ditanggung oleh penderita. Pada pertanian organik, risiko ini
hampir tidak ada karena pestisida sintetik tidak digunakan, sehingga
ikut berkontribusi menjaga kesehatan masyarakat di sekitar lahan usaha
tani.
Kualitas dan keamanan pangan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bahan pangan organik
Keberadaan bukti ilmiah terkait perbedaan keamanan dan kualitas
nutrisi antara bahan pangan organik dan bahan pangan konvensional tidak
mencukupi dan cenderung memberikan hasil yang bervariasi
Sebuah studi pada tahun 2009 mengenai efek bagi kesehatan yang
dilakukan oleh Badan Standar Pangan Inggris menganalisis sebelas artikel
dan menyimpulkan bahwa data yang diberikan sangat bervariasi dan tidak
ditemukan perbedaan signifikan antara bahan pangan organik dan bahan
pangan konvensional, juga terhadap kualitas nutrisinya.
Studi yang dilakukan secara individu mempertimbangkan beragam dampak yang mungkin didapatkan, seperti residu pestisida pada bahan pangan. Risiko kesehatan dari residu pestisida tidak bisa dipandang sebelah mata,
namun keberadaan dan kadar residu pestisida pada kedua jenis bahan pangan masih diperdebatkan. Hanya satu dampak kesehatan yang diyakini baik pada bahan pangan organik adalah kadar nitrat
yang lebih rendah yang disebabkan penggunaan pupuk berbasis nitrat yang
tidak dilakukan pada pertanian organik. Beberapa masih mempertanyakan
peran nitrat di dalam tubuh manusia. Dampak keberadaan residu pestisida organik berbasis tanaman dan patogen bakteri juga tidak memiliki data yang mencukupi
Namun harga bahan pangan organik yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan bahan pangan konvensional dapat menghalangi konsumsi bahan
pangan organik.