IJIN USAHA PERKEBUNAN PISANG


Syarat dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Perkebunan pisang

berani melangkah ke perkebunan pisang


Usaha budidaya tanaman perkebunan pisang merupakan kegiatan pengusahaan tanaman perkebunan yang meliputi kegiatan pra tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi termasuk perubahan jenis tanaman, dan diversifikasi tanaman. Untuk melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan diperlukan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B), yaitu izin tertulis dari Pejabat yang berwenang yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan. Untuk memperoleh IUP-B, perusahaan perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati/Walikota atau Gubernur (sesuai dengan lokasi areal usaha sebagaimana dimaksud Peraturan menteri). Permohonan itu harus dilengkapi persyaratan berikut:
  1. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir.
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak
  3. Surat keterangan domisili.
  4. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota (untuk IUP-B yang diterbitkan oleh Gubernur).
  5. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi dari Gubernur (untuk IUP-B yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota).
  6. Izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000.
  7. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi Kehutanan (apabila areal berasal dari kawasan hutan).
  8. Rencana kerja pembangunan perkebunan pisang
  9. Hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau Upaya PengelolaanLingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuaiperaturan perundang-undangan yang berlaku.
  10. Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
  11. Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukanpembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran.
  12. Pernyataan kesediaan membangun kebun untuk masyarakat yang dilengkapi dengan rencana kerjanya.
  13. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan.
Sedangkan untuk melakukan usaha industri pengolahan hasil perkebunan pisang
, yaitu kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan, harus memperoleh Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P)dari instansi berwenang. Untuk memperoleh IUP-P perusahaan perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati/Walikota atau Gubernur sesuai dengan lokasi areal usaha. Permohonan itu harus dilengkapi dengan persyaratan berikut:
  1. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir.
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak.
  3. Surat keterangan domisili.
  4. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP-P yang diterbitkan oleh Gubernur.
  5. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari Gubernur untuk IUP-P yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota;
  6. Izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000.
  7. Rekomendasi lokasi dari pemerintah daerah lokasi unit pengolahan.
  8. Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh Bupati/Walikota/
  9. Rencana kerja pembangunan unit pengolahan hasil perkebunan.
  10. Hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau UpayaPengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup(UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  11. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan.
Seperti halnya IUP-B dan IUP-P, untuk memperoleh IUP perusahaan perkebunan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati/Walikota atau Gubernur sesuai dengan lokasi areal usaha dengan dilengkapi persyaratan berikut:
  1. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir.
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak.
  3. Surat keterangan domisili.
  4. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP yang diterbitkan oleh Gubernur.
  5. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provins dari Gubernur untuk IUP yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
  6. Izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000;
  7. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi Kehutanan (apabila areal berasal dari kawasan hutan).
  8. Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh Bupati/Walikota.
  9. Rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasil perkebunan.
  10. Hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  11. Pernyataan perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas luas maksimum.
  12. Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
  13. Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran.
  14. Pernyataan kesediaan dan rencana kerja pembangunan kebun untuk masyarakat.
  15. Pernyataan kesediaan dan rencana kerja kemitraan.
Bupati/walikota atau Gubernur harus memberikan jawaban permohonan diatas dalam jangka waktu 30 hari kerja. Jawaban tersebut dapat berupa menunda, menolak atau menerima permohonan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari kerja itu Bupati/Walikota atau Gubernur belum memberikan jawaban, maka permohonan dianggap telah lengkap dan dianggap diterima. Terhadap permohonan yang diterima atau dianggap lengkap itu kemudian diterbitkan IUP, IUP-B atau IUP-P.
Permohonan dapat ditunda apabila setelah dilakukan pemeriksaan dokumen ternyata masih ada kurang syarat. Penundaan itu diberitahukan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasannya. Apabila dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja sejak menerima pemberitahuan penundaan pemohon belum juga melengkapi persyaratan yang kurang, maka permohonan dianggap ditarik kembali. Permohonan akan ditolak jika setelah dilakukan pemeriksaan dokumen ternyata persyaratannya tidak benar, atau usaha yang akan dilakukan bertentangan dengan ketertiban umum atau perencanaan makro pembangunan perkebunan. Penolakan itu diberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan disertai alasannya. (http://legalakses.com).