BELAJAR DARI PERKEBUNAN PISANG LUAR NEGERI

Menggiurkannya Usaha Perkebunan Pisang di Ecuador; Indonesia juga bisa!


Setiap negara punya daya magnet sendiri, besar kecilnya magnet itu sangat tergantung pada keunikan dan kelebihan sebuah negara ditambah dengan pengelolaan yang baik dan promosi yang efektif. Indonesia adalah negara dengan kumpulan keunikan dan keindahan yang tiada duanya di dunia, namun masih sangat lemah dalam sisi pengelolaan dan promosinya, maka jangan heran jika jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Malaysia jauh lebih besar dan berkali lipat dari Indonesia, dan Malaysia dengan ‘Truly Asia’nya adalah destinasi dunia yang patut diacungi jempol dari sisi promosinya sekaligus layak ditiru oleh Indonesia, karena untuk soal keunikan dan keindahan alam, saya rasa Indonesia tentu sangat berani bersaing dengan Malaysia, itu yang saya baca dari banyak sumber berita di Internet.
1336615279586180609
hijaunya perkebunan pisang (http://www.mundoanuncio.ec )

13366154682114549230
tanaman pisang tumbuh dengan teratur (http://www.elmercurio.com.ec)

Jika sebelumnya saya pernah memposting tentang 5 Hal unik seputar Ecuador dan juga secret story yang pernah saya alami di Ecuador. Kali ini saya ingin mempertajamnya pada daya tarik lain dari Ecuador dari potensi usaha yang juga bisa dikembangkan di Indonesia. Karena saya yakin banyak dari pembaca kompasiana haus akan inspirasi usaha untuk bisa dilakoninya. Dan kebetulan baru saja saya sedikit ‘mengubek-ubek’ tulisan di kompasiana yang berkaitan dengan peluang usaha yang menggiurkan sekaligus prospektif untuk saya jalani nanti. Saya memasukkan kata ‘sukses beternak’ di menu pencarian artikel kompasiana. Dan beberapa tulisan dengan judul yang menarik pun tersaji berkaitan dengan usaha beternak, diantaranya yaitu beternak kelinci, bebek peking, ikan lele, ikan nila dan sapi. Dan sayapun menyempatkan untuk membacanya karena saya juga haus akan inspirasi usaha yang nanti bisa saya tekuni. Saya ingin menghabiskan usia saya di desa dengan menjalankan usaha yang berbasis pada potensi desa. Karena panggilan jiwa saya lebih cendrung kesana. Apalah enaknya hidup di kota yang sumpek, padat, dan macet? Ditambah lagi dengan status sebagai karyawan yang harus pergi pagi pulang malam, dan begitu setiap harinya. Saya rasa hidup seperti itu seperti tawanan, dan ogaaaahhhh banget jika harus memilihnya.
Dari sedikit penyelidikan itu ternyata saya dapati tulisan yang memuat inspirasi usaha tingkat keterbacaannya lumayan tinggi, rata-rata diatas 500 pembaca, lumayan banget kan? Namun anehnya, jarang sekali ada yang meninggalkan komentar di artikel tersebut apalagi terjadi dialog antar sesama kompasianer agar materi tulisan bisa semakin berkembang. Mengapa bisa demikian? Pastinya saya tidak tahu, namun memang sudah umum terjadi di Kompasiana tulisan bagus dan bermanfaat terkadang lewat begitu saja tanpa terkomentari. Karena komentar sendiri seringkali hanya berupa ajang ‘balas-balasan’. Sehingga tulisan bagus dan menginspirasi seringkali tidak terkomentari karena ditulis oleh orang yang ‘tidak dikenal’ atau ditulis oleh kompasianer yang tidak pernah atau jarang berkomentar di tulisan orang lain. Yang justru lebih mengherankan adalah kompasianer seringkali bolak balik berkomentar di tulisan yang sama bahkan bisa lebih dari sepuluh kali karena terlibat percekcokan dengan kompasianer lainnya. Padahal salah satu fungsi blog yang saya ketahui adalah untuk menambah relasi, dan blog juga memungkinkan untuk terjadinya diskusi dan tanya jawab yang akan memberi manfaat berlipat. Waahhh, pengantarnya jadi berkepanjangan … Well, kita mulai sekarang!
Pisang, buah yang satu ini memang menjadi tak biasa di Ecuador, selain karena menjadi salah satu sumber devisa utama bagi negara ini, pisang juga menjadi asupan vitamin yang sangat bernilai bagi masyarakat Ecuador karena masyarakat sangat gemar mengkonsumsinya. Di pasaran dalam negeri selain karena harganya terjangkau, rasa buah pisang di Ecuador juga luar biasa; legit, lembut dan segar. Maka tak heran bila negara yang tengah di pimpin presiden berideologi sosialis dan didukung oleh banyak rakyat di daerah pedesaan namun di tentang banyak penduduk kota yang cendrung liberal ini kemudian tampil sebagai top eksportir pisang di dunia. Ditambah lagi penampilan pisang disini menawan sekali, sangat menggiurkan, tidak kalah berkelas dengan buah impor yang membanjiri Indonesia.
Pisang tidak hanya di jadikan buah konsumsi atau kripik pisang seperti yang biasa kita temui di Indonesia. Pisang di negeri yang menginspirasi Darwin menelurkan teori evolusinya ini, juga telah menjelma menjadi bahan baku sup (orang sini menyebutnya sopa), ditumbuk kemudian dibentuk seperti perkedel lalu digoreng (dikenal dengan nama Patacon). Atau digoreng biasa tanpa tepung dan dijadikan teman nasi saat makan disamping lauk pauk lainnya, bahkan nasi gorengpun dibeberapa restoran dilengkapi dengan pisang goreng di sisi-sisinya. Unik bukan?
1336616751582488396
patacon; dibebek sebelum digoreng (http://bonitisimas.blogspot.com )


Masyarakat Ecuador mempunyai beberapa sebutan untuk pisang. Pisang buah yang nikmat dikonsumsi secara langsung disebut banano atau guineo. Sedangkan pisang yang biasa diolah untuk kripik, digoreng atau diolah dalam bentuk lain disebut platano, pisang ini kurang enak untuk dikonsumsi secara langsung karena umumnya berasa sepat atau getir. Platano sendiri terbagi menjadi dua, yaitu platano verde untuk sebutan platano yang masih hijau dan belum masak dan platano maduro untuk yang sudah masak dan berwarna kuning. Platano verde umumnya dijadikan bahan baku kripik pisang yang terasa renyah saat dikunyah, sedangkan platano maduro biasa dijadikan pisang bakar yang dapat ditambahkan keju ditengahnya setelah dibakar atau langsung dimakan juga tiada yang melarang. Maduro ini banyak di jual di kafe dan kantin makan di pinggir jalan. Jika sore menjelang banyak kendaraan menepi dan pengendara menyempatkan diri untuk menikmatinya di sepanjang jalan yang menuju Naranjal dan Puerto inca.
13366170632054531608
platano verde; untuk diolah (http://lacocinadealejandro.blogspot.com)
1336617259358579240
maduro; seperti ayam bakar saja (www.soitgar.com )

Perkebunan pisang dikelola dengan sangat baik, bahkan di perkebunan pisang (bananera) yang luas, pemberian pupuk dan obat-obatan di lakukan oleh pesawat terbang kecil. Pohon pisang tumbuh subur dan sangat teratur, buahnya sangat ranum dan sedap dipandang. Hampir diseluruh tempat yang saya kunjungi di salah satu negeri latin ini, pisang melimpah ruah disana. Misalnya di pinggir jalan sepanjang Naranjal, Puerto inca, Duran sampai Guayaquil, termasuk juga di pasar tradisional dan swalayan yang terdapat di tempat tersebut. Saya juga banyak menemuinya di perjalanan menuju ke Santa elena, dan besar kemungkinan hampir tersebar merata di seluruh negeri ini.
Jika pisang bisa begitu berarti bagi negeri yang dipimpin oleh Rafael Vicente Correa Delgado (dikenal dengan Rafael Correa) ini, tentu saja Indonesia yang mempunyai kemiripan climate dengan negara ini bisa mendapatkan manfaat yang sama dari pisang. Yang saya ketahui justru di banyak daerah di Indonesia, banyak pengrajin kripik pisang kesulitan mendapatkan pasokan untuk bahan baku kripik. Tanaman pisang di Indonesia juga umumnya hanya dikelola secara tradisional oleh petani-petani kecil dan kualitas yang dihasilkannya masih sangat rendah.
Saya berharap tulisan ini terbaca oleh pengusaha Indonesia dan membuatnya tergerak untuk menginvestasikan dananya untuk membangun perkebunan pisang intensif dan modern, yang juga dapat menyerap lapangan kerja, sekaligus mampu memenuhi kebutuhan domestik akan buah pisang yang berkualitas.
Pisang di Ecuador telah menyumbangkan 14 persen PDB dan menyerap 30 persen tenaga kerja yang ada atau sekitar 1,25 juta tenaga kerja. Luar biasa bukan? Bayangkan jika Indonesia dengan lahan terbengkalainya yang masih luas bisa mencoba untuk memajukan perkebunan pisang yang selama ini masih dipandang sebelah mata.
sumber ; http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/05/10/menggiurkannya-usaha-perkebunan-pisang-di-ecuador-indonesia-juga-bisa-456285.html